Pengembangan Ekowisata Tor Sibohi Park Play
1. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan peninggalan sejarah, seni dan budaya yang sangat besar sebagai daya tarik pariwisata dunia. Ahli biokonservasi memprediksi bahwa Indonesia yang tergolong negara Megadiversity dalam hal keanekaragaman hayati akan mampu menggeser Brazil sebagai negara tertinggi akan keaneka jenis tanaman, jika para ahli biokonservasi terus giat melakukan pengkajian ilmiah terhadap kawasan yang belum tersentuh.
Luas daratan Indonesia hanya meliputi 1,32% dari seluruh luas daratan bumi, namun World Conservation Monitoring Center yang bermarkas di Inggris menempatkan Indonesia pada urutan kedua setelah Brazil dalam hal keanekaragaman hayati yang terkandung, baik daratan maupun diperairannya. Dari keanekaragaman hayati yang ada di bumi ini, Indonesia memiliki 10% jenis tumbuhan berbunga, 12% binatang menyusui, 16% reptilia dan amphibia, 17% jenis burung, 25% jenis ikan dan 15% jenis serangga. Indonesia yang mempunyai kedudukan istimewa ini menjadi semakin unik karena dari sekitar 500-600 jenis mamalia besar yang dimiliki, 36% merupakan jenis endemik; dari 35 jenis primata yang ada, 25% termasuk jenis endemik; dan dari 78 jenis burung paruh bengkok, 40 % merupakan jenis endemik; dari 121 jenis kupu-kupu, 44 % adalah jenis endemik. Dari kenyataan itu pula Indonesia di kenal sebagai salah satu negara mega bio-diversity atau mega-center keanekaragaman hayati di dunia.
Melihat potensi pariwisata yang dimiliki Indonesia, dan sesuai dengan Visi Ekowisata Indonesia adalah untuk menciptakan pengembangan pariwisata melalui penyelenggaraan yang mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya), yang melibatkan dan menguntungkan masyarakat setempat, yang menguntungkan secara komersial. Dengan visi ini Ekowisata memberikan peluang yang sangat besar, untuk mempromosikan pelestarian keaneka-ragaman hayati Indonesia di tingkat Internasional, Nasional, maupun lokal.
Ecotourism merupakan usaha untuk melestarikan kawasan yang perlu dilindungi dengan memberikan peluang ekonomi kepada masyarakat yang ada di sekitarnya. Konsep yang memanfaatkan kecendrungan pasar back to nature ini merupakan usaha pelestarian keanekaragaman hayati dengan menciptakan kerja sama yang erat antara masyarakat yang tinggal disekitar kawasan yang perlu dilindungi dengan industri pariwisata. Ecotourism adalah gabungan antara konservasi dan pariwisata di mana pendapatan yang diperoleh dari pariwisata seharusnya dikembalikan kepada kawasan yang perlu dilindungi untuk perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati serta perbaikan sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya.
Menurut Futurist John Naisbitt (1994), wilayah hutan dan perairan dengan seluruh kekayaannya merupakan modal dasar pengembangan pariwisata alam yang merupakan salah satu industri besar di milenium ketiga disamping telekomunikasi dan transportasi. Perkembangan kedua sektor ini adalah meningkatnya perjalanan-perjalanan, yang dalam dekade terakhir ini banyak menuju ketempat-tempat yang alami sebagai wujud pelepasan waktu luang dan keinginan masyarakat berteknologi maju untuk kembali ke alam. Kebenaran ramalan tersebut sangat beralasan karena dengan semakin majunya teknologi komunikasi dan transportasi, penduduk dunia menjadi semakin mudah mendapatkan informasi dan menjangkau sampai ke relung yang tersembunyi di bumi ini. Padahal tahun 1993, misalnya, sekitar 500 juta orang berpergian keliling dunia dan 4,21 milyar dolar Amerika dibelanjakan di perjalanan. Di tahun 2000, World Tourism Organization memproyeksikan wisatawan dunia mencapai 661 juta orang dan 15,28% wisatawan mancanegara berkunjung ke Asia Pasifik termasuk Indonesia. Peningkatan jumlah wisatawan setiap tahunnya diperkirakan sebesar 4,3% dan diperkirakan terus meningkat hingga 6,7% per tahun.
Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu bagian dari wilayah Indonesia yang memiliki potensi alam sebagai modal dasar pengembangan ekowisata tetapi belum mendapatkan sentuhan yang nyata untuk menarik para pelancong sampai ke tingkat Internasional.
Sipirok Kota kecil di bawah kaki gunung Sibual-buali, merupakan salah satu kota kecamatan di Tapanuli Selatan. Dengan luas wilayah 407,72 Km2, yang penduduknya sebanyak 30.001 jiwa dan secara administratif terbagi atas 5 kelurahan dan 95 desa, dan terletak pada ketinggian 910 meter di atas permukaan laut. Udaranya yang sejuk karena dikelilingi oleh gunung-gunung dan bukit-bukit sebagai lukisan alam membuat kota Sipirok sangat cocok untuk dijadikan daerah tujuan Ekowisata (DTE).
Bukan sekedar itu saja, yang khas dari kecamatan ini adalah adanya Aek Milas yaitu pemandian yang mengandung sulfur yang baik untuk kulit. Kecamatan Sipirok juga terkenal dengan hasil kerajinan industri kecilnya, seperti pengrajin manik-manik, pengrajin ulos, dan keramik. Sejak kepemimpinan Ongku P. Hasibuan, (Bupati Tapanuli Selatan Periode 2005-2010) di Kecamatan Sipirok dibangun sentra produksi kerajinan dari bahan dasar fiber glass di bawah naungan BUMD Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan dan sudah banyak memproduksi kursi,meja sekolah, dan peralatan rumah tangga lainnya, juga terdapat rumah adat tradisional Batak Angkola yang disebut Bagas Godang yang dalam bahasa Angkola yang artinya Rumah Besar.
Tapi yang sangat disayangkan, keindahan, keunikan serta budaya Angkola dan sistem keharmonisan beragamanya hanya baru dapat dinikmati oleh warga Sipirok saja dan beberapa masyarakat yang merantau dan sekedar pulang ke kampung halaman mereka. Hal ini dikarenakan tidak ada sentuhan terhadap keindahan alam dan promosi yang dapat menarik para pengunjung wisatawan baik nasional sampai ke mancanegara, yang membuat mereka terpanggil untuk berlibur ke daerah Sipirok yang dapat menjanjikan kenyamanan bagi para pengunjungnya dan menjadikan kota Sipirok sebagai kebutuhan untuk daerah tujuan wisata.
Untuk itu, perlu adanya gebrakan baru dengan memanfaatkan potensi alam sekitar Tor Sibohi yang ada dikecamatan Sipirok dengan memberikan sentuhan alami dan Modern tetapi tidak merusak kondisi alaminya serta arsitektur tradisionalnya. Tempat ini nantinya dapat dijadikan tempat wisata bermain bagi anak-anak tetapi tidak tertutup kemungkinan bagi remaja, dewasa dan orang tua, wisata pendidikan, wisata budaya, sebagai pusat perbelanjaan souvenir khas Batak Angkola, pusat pemandian air panas, dan menjadikan hotel Tor Sibohi kembali dikenal sebagai tempat penginapan yang nyaman. tetapi ini semua hanya dapat terwujud dengan kerjasama semua pihak masyarakat, para investor, pemerintah daerah, pemerintah pusat serta instansi-instansi terkait dalam hal pengembangan ekowisata Indonesia dan dengan tetap memperhatikan prinsip 3 E (Edukasi, Ekonomis, Ekologi).
Dalam upaya mengembangkan Tor Sibohi sebagai objek Wisata tidak luput juga harus mngembangkan Tor Simago-mago yang terletak berseberangan jalan dengan Tor Sibohi, dimana kedua tor ini saling dukung satu dengan lainnya untuk dijadikan suatu obyek wisata terpadu.
Dengan adanya Pengembangan Ekowisata Tor Sibohi Park Play, akan membuat Kecamatan Sipirok lebih dikenal dan dicari oleh masyarakat luas yang menginginkan/merindukan akan kenyamanan berwisata dan sangat cocok untuk daerah tujuan wisata.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan Penulisan Pengembangan Ekowisata Tor Sibohi Park Play di kecamatan Sipirok ini adalah :
WEBSITE
Aryanto, (2003), Enviromental Marketing Terhadap Ekowisata Pesisir,
http ://tumoutou.net/6_sem2_023/Aryanto_rudy/ (accessed September-Oktober 2008)
Darma, G, (2008), Analisis Sosio-Ekonomi dalam Pengembang Ekotourism pada Kawasan Suakamarga Satwa Mampie Lampoko, http://www.wisatamelayu.com/id/index.php, (accessed Oktober 2008)
1. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan peninggalan sejarah, seni dan budaya yang sangat besar sebagai daya tarik pariwisata dunia. Ahli biokonservasi memprediksi bahwa Indonesia yang tergolong negara Megadiversity dalam hal keanekaragaman hayati akan mampu menggeser Brazil sebagai negara tertinggi akan keaneka jenis tanaman, jika para ahli biokonservasi terus giat melakukan pengkajian ilmiah terhadap kawasan yang belum tersentuh.
Luas daratan Indonesia hanya meliputi 1,32% dari seluruh luas daratan bumi, namun World Conservation Monitoring Center yang bermarkas di Inggris menempatkan Indonesia pada urutan kedua setelah Brazil dalam hal keanekaragaman hayati yang terkandung, baik daratan maupun diperairannya. Dari keanekaragaman hayati yang ada di bumi ini, Indonesia memiliki 10% jenis tumbuhan berbunga, 12% binatang menyusui, 16% reptilia dan amphibia, 17% jenis burung, 25% jenis ikan dan 15% jenis serangga. Indonesia yang mempunyai kedudukan istimewa ini menjadi semakin unik karena dari sekitar 500-600 jenis mamalia besar yang dimiliki, 36% merupakan jenis endemik; dari 35 jenis primata yang ada, 25% termasuk jenis endemik; dan dari 78 jenis burung paruh bengkok, 40 % merupakan jenis endemik; dari 121 jenis kupu-kupu, 44 % adalah jenis endemik. Dari kenyataan itu pula Indonesia di kenal sebagai salah satu negara mega bio-diversity atau mega-center keanekaragaman hayati di dunia.
Melihat potensi pariwisata yang dimiliki Indonesia, dan sesuai dengan Visi Ekowisata Indonesia adalah untuk menciptakan pengembangan pariwisata melalui penyelenggaraan yang mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya), yang melibatkan dan menguntungkan masyarakat setempat, yang menguntungkan secara komersial. Dengan visi ini Ekowisata memberikan peluang yang sangat besar, untuk mempromosikan pelestarian keaneka-ragaman hayati Indonesia di tingkat Internasional, Nasional, maupun lokal.
Ecotourism merupakan usaha untuk melestarikan kawasan yang perlu dilindungi dengan memberikan peluang ekonomi kepada masyarakat yang ada di sekitarnya. Konsep yang memanfaatkan kecendrungan pasar back to nature ini merupakan usaha pelestarian keanekaragaman hayati dengan menciptakan kerja sama yang erat antara masyarakat yang tinggal disekitar kawasan yang perlu dilindungi dengan industri pariwisata. Ecotourism adalah gabungan antara konservasi dan pariwisata di mana pendapatan yang diperoleh dari pariwisata seharusnya dikembalikan kepada kawasan yang perlu dilindungi untuk perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati serta perbaikan sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya.
Menurut Futurist John Naisbitt (1994), wilayah hutan dan perairan dengan seluruh kekayaannya merupakan modal dasar pengembangan pariwisata alam yang merupakan salah satu industri besar di milenium ketiga disamping telekomunikasi dan transportasi. Perkembangan kedua sektor ini adalah meningkatnya perjalanan-perjalanan, yang dalam dekade terakhir ini banyak menuju ketempat-tempat yang alami sebagai wujud pelepasan waktu luang dan keinginan masyarakat berteknologi maju untuk kembali ke alam. Kebenaran ramalan tersebut sangat beralasan karena dengan semakin majunya teknologi komunikasi dan transportasi, penduduk dunia menjadi semakin mudah mendapatkan informasi dan menjangkau sampai ke relung yang tersembunyi di bumi ini. Padahal tahun 1993, misalnya, sekitar 500 juta orang berpergian keliling dunia dan 4,21 milyar dolar Amerika dibelanjakan di perjalanan. Di tahun 2000, World Tourism Organization memproyeksikan wisatawan dunia mencapai 661 juta orang dan 15,28% wisatawan mancanegara berkunjung ke Asia Pasifik termasuk Indonesia. Peningkatan jumlah wisatawan setiap tahunnya diperkirakan sebesar 4,3% dan diperkirakan terus meningkat hingga 6,7% per tahun.
Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu bagian dari wilayah Indonesia yang memiliki potensi alam sebagai modal dasar pengembangan ekowisata tetapi belum mendapatkan sentuhan yang nyata untuk menarik para pelancong sampai ke tingkat Internasional.
Sipirok Kota kecil di bawah kaki gunung Sibual-buali, merupakan salah satu kota kecamatan di Tapanuli Selatan. Dengan luas wilayah 407,72 Km2, yang penduduknya sebanyak 30.001 jiwa dan secara administratif terbagi atas 5 kelurahan dan 95 desa, dan terletak pada ketinggian 910 meter di atas permukaan laut. Udaranya yang sejuk karena dikelilingi oleh gunung-gunung dan bukit-bukit sebagai lukisan alam membuat kota Sipirok sangat cocok untuk dijadikan daerah tujuan Ekowisata (DTE).
Bukan sekedar itu saja, yang khas dari kecamatan ini adalah adanya Aek Milas yaitu pemandian yang mengandung sulfur yang baik untuk kulit. Kecamatan Sipirok juga terkenal dengan hasil kerajinan industri kecilnya, seperti pengrajin manik-manik, pengrajin ulos, dan keramik. Sejak kepemimpinan Ongku P. Hasibuan, (Bupati Tapanuli Selatan Periode 2005-2010) di Kecamatan Sipirok dibangun sentra produksi kerajinan dari bahan dasar fiber glass di bawah naungan BUMD Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan dan sudah banyak memproduksi kursi,meja sekolah, dan peralatan rumah tangga lainnya, juga terdapat rumah adat tradisional Batak Angkola yang disebut Bagas Godang yang dalam bahasa Angkola yang artinya Rumah Besar.
Tapi yang sangat disayangkan, keindahan, keunikan serta budaya Angkola dan sistem keharmonisan beragamanya hanya baru dapat dinikmati oleh warga Sipirok saja dan beberapa masyarakat yang merantau dan sekedar pulang ke kampung halaman mereka. Hal ini dikarenakan tidak ada sentuhan terhadap keindahan alam dan promosi yang dapat menarik para pengunjung wisatawan baik nasional sampai ke mancanegara, yang membuat mereka terpanggil untuk berlibur ke daerah Sipirok yang dapat menjanjikan kenyamanan bagi para pengunjungnya dan menjadikan kota Sipirok sebagai kebutuhan untuk daerah tujuan wisata.
Untuk itu, perlu adanya gebrakan baru dengan memanfaatkan potensi alam sekitar Tor Sibohi yang ada dikecamatan Sipirok dengan memberikan sentuhan alami dan Modern tetapi tidak merusak kondisi alaminya serta arsitektur tradisionalnya. Tempat ini nantinya dapat dijadikan tempat wisata bermain bagi anak-anak tetapi tidak tertutup kemungkinan bagi remaja, dewasa dan orang tua, wisata pendidikan, wisata budaya, sebagai pusat perbelanjaan souvenir khas Batak Angkola, pusat pemandian air panas, dan menjadikan hotel Tor Sibohi kembali dikenal sebagai tempat penginapan yang nyaman. tetapi ini semua hanya dapat terwujud dengan kerjasama semua pihak masyarakat, para investor, pemerintah daerah, pemerintah pusat serta instansi-instansi terkait dalam hal pengembangan ekowisata Indonesia dan dengan tetap memperhatikan prinsip 3 E (Edukasi, Ekonomis, Ekologi).
Dalam upaya mengembangkan Tor Sibohi sebagai objek Wisata tidak luput juga harus mngembangkan Tor Simago-mago yang terletak berseberangan jalan dengan Tor Sibohi, dimana kedua tor ini saling dukung satu dengan lainnya untuk dijadikan suatu obyek wisata terpadu.
Dengan adanya Pengembangan Ekowisata Tor Sibohi Park Play, akan membuat Kecamatan Sipirok lebih dikenal dan dicari oleh masyarakat luas yang menginginkan/merindukan akan kenyamanan berwisata dan sangat cocok untuk daerah tujuan wisata.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan Penulisan Pengembangan Ekowisata Tor Sibohi Park Play di kecamatan Sipirok ini adalah :
- Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam pengembangan ekowisata kawasan Tor Sibohi di kecamatan Sipirok.
- Sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan tahapan-tahapan pembangunan yang akan dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip 3 E (Edukasi, Ekonomis, Ekologi).
- Menempatkan sekaligus memantapkan peran sektor kepariwisataan dalam pembangunan daerah, sebagai salah satu andalan bagi usaha peningkatan ekonomi masyarakat dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
- Memberikan pengertian secara lebih luas kepada berbagai kalangan yang terkait melalaui kegiatan kepariwisataan
- Memperkenalkan kepada masyarakat luas keindahan alam kawasan Tor Sibohi di Kecamatan Sipirok
- Menjadikan kawasan Tor Sibohi sebagai salah satu Daerah Tujuan Wisata yang dapat menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara.
- Melestarikan, menata dan memelihara objek-objek wisata yang memiliki daya tarik
- Meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan ekowisata
- Menyusun rencana teknis pengembangan objek wisata terpilih di kawasan Tor Sibohi sehingga menjadi daerah tujuan wisata yang menarik dan dapat mendorong minat investasi dalam jumlah besar ke kawasan tersebut dan dapat dijadikan sebuah komoditi yang menjual dan menghasilkan devisa
WEBSITE
Aryanto, (2003), Enviromental Marketing Terhadap Ekowisata Pesisir,
http ://tumoutou.net/6_sem2_023/Aryanto_rudy/ (accessed September-Oktober 2008)
Darma, G, (2008), Analisis Sosio-Ekonomi dalam Pengembang Ekotourism pada Kawasan Suakamarga Satwa Mampie Lampoko, http://www.wisatamelayu.com/id/index.php, (accessed Oktober 2008)
Pane, P, (2008), http://www.tapselkab.go.id/, Sipirok, Kota Tua dan Janji yang Diabaikan
(accessed Oktober 2008) Maksum, (2008), Pengembangan Ekowisata dan Pemberdayaan Masyarakat, http://justmaksum.wordpress.com/, (accessed Oktober 2008)
http://martinhardiono.multiply.com/ (accessed Oktober 2008)
http://www.bainfokomsumut.go.id/ (accessed Oktober 2008)
http://www.waspada.co.id/ (accessed Oktober 2008)
http://www.ekowisata.info/ (accessed Oktober 2008)
http://sidimpuan.freehostia.com/ (accessed Oktober 2008)
http://www.waspada.co.id/Citizen-Journalism/CITIZEN-JOURNALISM/Sipirok-Kota-tua
http://northsumatra-tourism.blogspot.com/2008/03/wisata-tapsel-yang-nyaris-keok.html
(accessed Oktober 2008) Maksum, (2008), Pengembangan Ekowisata dan Pemberdayaan Masyarakat, http://justmaksum.wordpress.com/, (accessed Oktober 2008)
http://martinhardiono.multiply.com/ (accessed Oktober 2008)
http://www.bainfokomsumut.go.id/ (accessed Oktober 2008)
http://www.waspada.co.id/ (accessed Oktober 2008)
http://www.ekowisata.info/ (accessed Oktober 2008)
http://sidimpuan.freehostia.com/ (accessed Oktober 2008)
http://www.waspada.co.id/Citizen-Journalism/CITIZEN-JOURNALISM/Sipirok-Kota-tua
http://northsumatra-tourism.blogspot.com/2008/03/wisata-tapsel-yang-nyaris-keok.html